![]() |
SMSR 2005 |
SMKN 11 Episode 17 : Pameran Telah Tiba
Di jaman sekarang ini seorang pelukis dapat menerima legitimasinya sebagai pelukis apabila ia pernah pameran; tak jadi soal apakah ia benar-benar mampu melukis atau tidak, yang penting pernah pameran.
Maka walaupun kami bertujuh masih pelajar, juga meskipun wawasan serta kemampuan melukis kami dibawah rata-rata, kami sudah bisa dilegitimasi sebagai pelukis setelah kami mengikuti pameran di bulan April esok. Apakah ke depan kami akan mempertahankan identitas kepelukisan itu, jawabannya adalah kembali kepada individu masing-masing.
Salah seorang siswa anggota OSIS memaklumatkan hasil rapat yang telah diselenggarakan bersama para dewan guru, bahwa tema besar pameran SMKN 11 adalah 'Variety in Unity' karena dalam pameran itu kami memajang berbagai karya dari berbagai genre dan jenis dari tiap jurusan yang berbeda-beda, serta dipamerkan dalam naungan nama sekolah: SMKN 11 Surabaya.
03 April 2005, malam sehari sebelum pameran kami berkumpul di gedung Cak Durasim, Taman Budaya, Surabaya. Kami menunggu kedatangan truk yang mengangkut karya-karya kami sembari menyeruput segelas teh hangat di warkop emperan setempat. Sekitar pukul 20.00, truk itu tiba. Kami beramai-ramai menghampiri truk tersebut dan mengusung karya masing-masing ke dalam ruang pamer.
Satu persatu siswa menuliskan judul karyanya di kertas label untuk ditempel di bagian bawah lukisan. Aku menulis judul karyaku 'Impossible Creature', Kriswanto menulis judulnya 'Pemandangan Laut', Pa'i memasang karyanya berupa kumpulan figur totem yang bernuansa dekoratif, tapi aku lupa judulnya. Tompel memasang karyanya dengan dibantu oleh beberapa anak, karena memang karyanya itu bobotnya cukup berat. Hariono belum sempat memasang karyanya karena kesulitan untuk menulis. Akhirnya ia kubantu untuk menulis judul lukisannya pada label yang telah disediakan. Beberapa hari lalu ketika Hariono ditanya judul karyanya oleh panitia pameran, ia bingung dan hanya menggeleng. Maka saat itu aku pula yang memberikan judul pada lukisannya itu: 'Di Depan Baiturrahman Aku Berpasrah'. Sama seperti ia yang pasrah saja soal judul yang kuberikan.
Ada satu lukisan, yaitu sebuah lukisan abstrak figuratif yang telah kami rampungkan pemasangannya terlebih dahulu. Pelukisnya tidak dapat turut serta karena sudah beberapa bulan ini ia meninggalkan kami. Lukisan itu milik almarhum Yohanes Lema yang walaupun belum selesai, kami tetap memasangnya sebagai penghormatan terakhir.
Pak Farid dan Pak Khusnul saat itu mengajarkan tentang tata letak karya di ruang pamer, serta penataan lighting. Kami mendapat banyak ilmu dari beliau berdua. Setelah pemberian wawasan itu usai, kami menerima bentuk katalog pameran yang sampulnya berwarna pink, dimana di dalamnya berisi lembaran-lembaran hitam putih, lengkap dengan foto siswa dan karyanya. Di bagian bawah sampul, ada logo McDonald's. Restoran cepat saji itu menjadi sponsor pameran.
"Lho, kok ada tulisannya McD?," tanya Hariono.
"Itu namanya sponsor, Har," Krisna menimpali.
Mendengar keterangan Krisna, Hariono hanya manggut-manggut dan langsung bergegas pulang dengan sepeda bututnya, tanpa peduli nasib karyanya yang masih tergeletak belum sempat dipasang. Maka kami yang akhirnya memasangnya. Kami tidak tahu mengapa Hariono tiba-tiba pulang. Mungkin ia sedang merencanakan sesuatu, dan kami tak ambil pusing. Kami memaklumi semua yang dilakukan Hariono, asal anak itu tidak makan beling, paku, kawat dan benda-benda tajam lainnya.
Anak yang paling rajin dalam memasang dan menata karya adalah Mukhlis dari jurusan desain grafis. Ia sangat aktif, sedangkan kami malah menyibukkan diri dengan foto bersama. Sampai sekarang foto itu masih ada dan hanya itu foto satu-satunya yang jadi kenangan buat kami bertujuh. Cekrik, cekrik, cekrik..
Semua karya telah terpasang dengan baik dan malam itu kami pulang ke rumah masing-masing. Esok paginya, 4 April 2005, hari-H pameranpun berlangsung. Setelah sambutan-sambutan selesai diucapkan oleh Kepala Sekolah dan perwakilan instansi-instansi terkait, para pengunjung dan para siswa memadati ruang pamer. Karya kami dilihat banyak orang dan agaknya membuat kami kikuk juga karena saat itu adalah saat dimana kami pertama kali pameran diluar sekolah. Tapi semenjak tadi kami tidak melihat Hariono. Kenapa ia tidak datang?
Tak dinyana, sebelum sempat kami membicarakan absennya Hariono, dari luar gedung, di jalan Genteng Kali, anak itu terlihat dengan topi khasnya dan tentu saja sepeda bututnya. Ia memakai kaos olahraga sekolah dan celana pramuka. Setelah meletakkan sepedanya di parkiran, ia menghampiri kami dan betapa semua orang dibuat terkejut ketika ia memutar badannya, kemudian memunggungi semua orang yang ada disitu. Ia bermaksud memperlihatkan gambar di bagian belakang kaosnya. Rupanya, semalam suntuk ia menggambar kaos olahraganya itu, memberinya logo serta tulisan:
MCD
Logo McD dilukisnya besar-besar di belakang kaosnya. Diatas logo ia tuliskan dengan spidol: 'Di Sepongsori oleh'.
Astaga, Har.. untuk apa pula kau bersusah-payah menulis itu semua.. tulisannya salah pula.. tak pelak, Hariono adalah pemancing tawa yang manjur untuk meredakan kekikukan kami di siang itu.
Malam hari 05 April 2005 adalah saat dimana para siswa mempresentasikan karyanya di depan penguji. Jurusan seni rupa sendiri pengujinya ada dua, yaitu Pak Thalib Prasadja dan Pak Farid Ma'ruf. Beberapa anak keluar dari ruang pengujian dengan wajah kusut. Aku berdebar pula saat tiba giliranku masuk ruang itu. Ketika masuk, aku melihat kedua penguji memasang mimik serius, seakan hendak menjadikanku sebagai samsak tinju; namun aku sudah menyiapkan argumentasiku.
"Guruh, karya apa ini?," tanya Pak Thalib.
"Dekoratif, Pak. Saya menampilkan figur-figur hewan yang penuh dengan motif ornamen, dan pewarnaan sedikit gelap, juga sentuhan-sentuhan aksentuasi sebagai komposisi untuk memperkuat tiga hewan sebagai fokus obyek karya saya"
"Apa sih dekoratif itu?"
"Dekoratif itu sebuah lukisan yang memiliki pola tertentu, seperti ornamen, juga kecenderungan distorsi yang meliputi stilisasi, elongasi dan deformasi, lalu ritme pewarnaan untuk menunjang bentuk dan fungsinya sebagai sarana penghias ruangan,"
Aku bisa menjawab begitu karena seminggu sebelum pameran, aku membeli buku 'seni rupa untuk SMA' yang didalamnya ada pengertian seni dekoratif. Aku mati-matian menghafalkannya.
"Lalu kenapa kamu melukis seperti ini?," Tanya Pak Farid.
"Saya mencoba mengeksplorasi bentuk-bentuk ornamen untuk mewujudkan figur tiga hewan ini, Pak; di samping itu saya berusaha menemukan karakter lukisan saya. Kalau sekiranya ini mendapat nilai lebih, maka ke depan saya akan mengembangkannya dalam bentuk dan pemaknaan yang akan saya gali lebih dalam".
Aku membatin: Tolonglah, Pak, selanjutnya jangan susah-susah pertanyaannya.. ini sudah tumpahan hafalan saya yang terakhir...
"Lalu judulnya kok 'Impossible Creature', kenapa?"
"Creature itu mahluk, Impossible itu ketidakmungkinan. Jadi mahluk dalam lukisan saya itu adalah 'Impossible Creature', mahluk yang tidak mungkin ada dan hanya rekaan saya semata."
"Wah, omong kosong! Kamu bilang mahlukmu ini tidak ada?? lha ini ada kok!," Sergah Pak Thalib sambil menunjuk tiga hewan lukisanku itu.
"Ya nggak ada dong pak, masa Bapak pernah melihat hewan semacam itu berkeliaran?"
" 'Ada' itu tidak harus berkeliaran, tapi dengan obyekmu ini sudah menunjukkan bahwa mahlukmu itu 'ada' " kata Pak Farid.
"Hewannya cuma ada dalam lukisan ini saja kan pak?"
"Maka tidak tepat jika kamu memberinya judul 'Impossible' karena apa yang kamu sebut ketidakmungkinan itu sudah kamu wujudkan dalam lukisanmu. Jika apa yang sudah berhasil diwujudkan dalam lukisan tapi kamu tetap menyebutnya sebagai ketidakmungkinan, maka kamu sama saja tidak mempercayai karyamu sendiri!"
"Anu, begini, Pak Farid...."
"Apa lagi yang mau kamu omongkan?," ucap Pak Farid dengan ketus.
Pak Farid benar-benar membuatku KO.
Pak Thalib tersenyum sinis sembari menopang dagunya. Aku seperti ada dalam panggung pencarian bakat, dan sedang dibantai oleh dua juri senior.
Aku juga sedikit menyesal bahwa selama tiga tahun aku mengenal Dina, aku lupa belajar padanya tentang bagaimana cara pingsan saat dicecar pertanyaan. Jadinya aku hanya diam, termangu dan merasa kalah....
"Ya sudah, sana keluar. Orang nggak yakin sama lukisannya sendiri gitu kok," kata Pak Thalib.
Okelah.. aku kalah.. akupun melangkah keluar dengan tertunduk pilu. Mereka berdua telah sukses mencabik-cabik argumentasiku. Belum sampai aku di ujung pintu ruangan...
"Guruh, kembali kesini sebentar..," Pak Farid memanggilku.
Aku menoleh dan sebelum aku melangkah kearah beliau, pria berkumis dan berkacamata tebal itu menghampiriku, mengembangkan senyumnya dan menggenggam tanganku.
"Selamat, kamu siswa yang dapat Pratita tahun ini...."
Mendengar itu aku hanya terpana dengan mulut menganga. Seperti yang kujelaskan di episode sebelumnya, Pratita Adi Karya adalah penghargaan atas pencapaian tertinggi siswa di tiap jurusan, dan di jurusan seni rupa, kata Pak Farid, piagam itu diberikan untukku.
Saat itu aku masih tak percaya. Jangan-jangan Pak Farid ini guyon? Sebab selama sekolah, kualitas gambarku sangat buruk, dan dibanding kawan-kawan yang lain, aku masih jauh tertinggal. Kepantasan atas Pratita Adi Karya harusnya ada di tangan salah satu dari mereka, bukan aku.
"Alasannya, karyamu cukup unik, kamu memasukkan kumpulan motif ornamen yang begitu riuh, lalu kamu mampu memadu-padankannya hingga membentuk citraan tertentu," ujar Pak Thalib.
Aku masih tenggelam dalam ketidakpercayaanku sampai tersadar ketika Pak Farid melepas genggamannya kemudian menepuk-nepuk pipiku.
"Sudah sana. Selanjutnya belajar lagi ya...".
Aku keluar ruangan dengan sumringah, persis seperti kontestan Indonesian Idol yang mendapat golden ticket. Bedanya, teman-teman diluar ruangan tidak menyambutku dengan gembira karena ternyata mereka sibuk ngopi di warung emperan. Akupun menghampiri mereka dan larut dalam perbincangan-perbincangan santai, lebih ke arah obrolan tentang bagaimana kami semua masih terkenang dengan sosok Yohanes Lema.
06 April 2005, hari terakhir pameran. Para siswa sibuk mencopoti karya-karyanya, dan dengan truk yang sama karya-karya kami dibawa kembali ke sekolah.
Pameran Tugas Akhir telah usai. Kamipun bersiap menjemput ujian nasional yang tinggal satu bulan lagi. Ujian nasional adalah sebuah pertaruhan dimana proses belajar kami selama tiga tahun akan diuji dalam waktu tiga hari.
To be continued....
No comments:
Post a Comment