Wednesday, July 15, 2020

Dang Hyang Lohgawe Mencari Ken Arok

Tepat pada hari rabu wage minggu wariga pertama, nenek Kebayan Panitikan dan Ken Arok berangkat menuju Rabut Gunung Lejar. Sesuai petunjuk dalam samadhi, di hari itu akan diselenggarakan musyawarah para dewa. Nenek Kebayan menyembunyikan Ken Arok di dalam rimbun ilalang dan menutup tubuhnya dengan daun-daun kering. Setelah cukup tersembunyi, Nenek Kebayan menyapu seluruh tempat di Rabut Gunung Lejar agar terlihat bersih sehingga para Bathara lebih nyaman dalam bermusyawarah.

Setelah terlihat bersih dan rapi, terdengarlah tujuh suara menggelegar dari langit : guruh, guntur, petir, gempa, topan, angin ribut, hujan yang diwarnai kilat dan mendung pekat sehingga tak satupun cahaya dapat melintasi celahnya. Tujuh suara alam itu memekakkan telinga dan menggema seakan tanpa henti. Tidak lama kemudian muncul seberkas sinar yang susul-menyusul dengan sinar lainnya. Sinar-sinar itu adalah kilauan cahaya dari tubuh para bathara yang sedang berkumpul untuk menyelenggarakan musyawarah. Sinar yang paling terang dan perkasa menunjukkan dirinya sebagai pemimpin musyawarah itu.

"Wahai Sang Hyang Bathara Guru, siapakah kiranya yang akan ditakdirkan menjadi penguasa jagad Jawadwipa?," ujar salah satu suara yang muncul di tengah musyawarah.

Sinar yang paling bercahaya dan perkasa itu menunjukkan gelegar suaranya :

"Ialah anakku yang beroleh takdir mulia. Tubuh anakku akan menopang tanah Jawa yang telah sekian lama terguncang akibat perbuatan-perbuatan adharma"

Ken Arok yang sedang bersembunyi mendengar percakapan itu. Ia tak berani menatap asal suara yang dirasanya penuh keagungan.

"Arok, keluarlah dari persembunyianmu! Tunjukkan dirimu di hadapan para bathara!," ujar Hyang Guru memanggilnya.

Ken Arok terkejut. Dengan segera ia keluar dari persembunyiannya, namun tetap tak berani menatap asal suara. Ia berjalan ke arah musyawarah para dewa sambil berhatur sembah. Ida Bathara Guru menyuruhnya untuk berdiri tegak dan menengadah, agar semua dewa mengetahui secara jelas akan sosoknya.

"Ken Arok, mulai sekarang nama nobatanmu adalah Bathara Guru. Untuk melaksanakan takdir kemuliaanmu, pergilah menuju daerah Taloka untuk menemui Dang Hyang Lohgawe yang berasal dari bumi Jambudwipa. Pertemuanmu dengan Lohgawe adalah awal perjalananmu meraih kekuasaan atas tanah Jawa!"

Ken Arok mengangguk sembari mengatupkan kedua tangannya. Segera setelah Arok menampakkan kesediaan dan kesungguhannya, musyawarah para dewa berakhir. Sinar terang menjadi kelebatan yang dalam sekejap melesat ke langit. Tujuh gelegar suara yang membuat gempar tiga buana mendadak hilang dan langitpun kembali cerah. Arok terpukau dengan pemandangan itu, kemudian ia menoleh ke belakang. Ditemuinya nenek Kebayan Panitikan sedang tersenyum padanya.

"Segeralah untuk menjemput takdir kemuliaan itu, Yang Mulia," ujar nenek Kebayan. Arok tersenyum, berterimakasih, kemudian segera melanjutkan perjalanannya ke Taloka.

Syahdan, Dang Hyang Lohgawe, seorang brahmana linuwih dari Jambudwipa senantiasa berhatur sembah pada hadirat Bathara Wisnu. Pada pemujaannya yang kesekian, ia mendapat penglihatan berupa wujud pemuda kekar yang memiliki ciri-ciri berupa rajah cakra di tangan kanannya serta rajah sengkala di tangan kiri, sedangkan panjang kedua tangannya melampaui lutut.

"Lohgawe, pemujaanmu sebaiknya kauhentikan. Bathara Wisnu tidak sedang berada di kahyangan, melainkan telah menjelma dalam wujudku, seorang pemuda bernama Ken Arok yang berasal dari daerah Pangkur di bumi Jawadwipa. Temuilah aku di Taloka," ujar pemuda dalam penglihatannya itu.

Bagi Dang Hyang Lohgawe, penglihatan itu merupakan tanda bahwa sebuah tugas maha mulia akan diletakkan di pundaknya. Ia kemudian menundukkan tubuhnya ke bawah sembari mencabut tiga helai rumput kekatang, lalu meniupkan mantra pada ketiga helai rumput itu. Secara ajaib, ketiganya dapat melayang dengan sendirinya. Dang Hyang Lohgawe kemudian berdiri diatas tiga helai rumput kekatang tersebut, menjadikannya kendaraan hingga kemudian melesat terbang menyeberang lautan dan dalam sekejap sampai di daerah bernama Taloka di bumi Jawa.

Brahmana Lohgawe mencari keberadaan Ken Arok hingga ia sampai ke sebuah tempat yang dijadikan sarana perjudian. Disitu ia melihat sosok pemuda yang sangat mirip dengan penglihatannya saat sedang memuja Hyang Wisnu. Ia mendekati pemuda itu, melihat ukuran panjang kedua tangannya, kemudian melihat kedua bentuk telapak tangan pemuda itu. Benarlah, di tangan kanannya terdapat rajah cakra, di tangan kirinya terdapat sengkala.

"Apakah benar firasatku, bahwa kau adalah pemuda asal Pangkur yang bernama Ken Arok?," tanya Dang Hyang Lohgawe.

"Betul, Tuan Brahmana. Apa kiranya yang bisa hamba haturkan untuk menghormati kebesaran Tuan?," Ucap Ken Arok dengan penuh hormat.

Dang Hyang Lohgawe tak menjawab, melainkan langsung memeluknya. Ia menatap wajah Ken Arok kemudian mengusap rambutnya.

"Akulah Dang Hyang Lohgawe yang ditugaskan untuk membimbing dan menemanimu menjemput takdir mulia," ujarnya.

Ken Arok pun mengikuti segala bimbingan dan petuah dari Dang Hyang Lohgawe yang menyayanginya sepenuh hati. Mereka berdua kini berjalan bersama menuju istana Tumapel, tempat kekuasaan sang akuwu Tunggul Ametung. Kedatangan seorang brahmana tentu disambut dengan penuh kegembiraan oleh para pejabat setempat, tak terkecuali akuwu Tunggul Ametung.

"Betapa terhormatnya kami atas kedatangan Tuan Brahmana. Apa yang bisa kami penuhi untuk mewujudkan kehendak Tuan?," tanya Akuwu Tunggul Ametung.

"Kami berdua hanya ingin menjadi bagian dari Tumapel, mengabdi untuk membantu pemerintahan Tuan Akuwu yang dikenal bijak bestari dan dicintai segenap rakyat," jawab Dang Hyang Lohgawe.

"Alangkah gembiranya jika tuan berkenan menjadi bagian dari kami. Niscaya segala kebutuhan Tuan akan kami penuhi, dan segala nasihat Tuan akan kami jadikan pertimbangan utama dalam menjalankan roda pemerintahan," ujar Akuwu Tunggul Ametung.

Ken Arok yang sedari tadi terdiam dengan kepala tertunduk, secara tak sengaja mengarahkan sedikit pandangannya kepada sosok wanita yang sedang berada di sisi Tunggul Ametung. Secara tidak sengaja pula wanita itu juga kedapatan sedang melirik Ken Arok, dan beradu pandanglah mereka berdua. Walau pertemuan kedua mata itu berlangsung hanya sesaat, namun dapat menumbuhkan gejolak di dalam lubuk hati Ken Arok. Kamajaya rupanya melempar panahnya tepat di jantung pemuda asal Pangkur itu. Berdetak dengan cepat, kemudian ia tenggelam dalam nuansa yang membuatnya ingin meraih paras jelita yang disaksikannya dalam hitungan detik. Rasa memiliki itu sungguh begitu patut diperjuangkan, tak peduli bahwa wanita itu adalah permaisuri sang akuwu. Selagi Arok menundukkan kepalanya, tanpa ia tahu wanita itu masih juga memandangnya. Mungkinkah ia memiliki perasaan yang sama?

Sumber bacaan :

Pararaton terjemahan Gamal Komandoko

Menuju Puncak Kemegahan karya Slamet Muljana

Artikel ini pernah dimuat di UC News

No comments:

Post a Comment