Kepala desa di daerah Luki setiap harinya selalu membawa nasi yang dimasukkan ke dalam bambu sebagai perbekalan yang akan diberikan kepada seorang pekerjanya yang bertugas menggembalakan lembu miliknya. Setiap hari nasi itu ditaruh di tepi tegalan untuk diambil oleh sang penggembala. Pada kebiasaannya, setelah ia telah menaruh perbekalan untuk penggembala tersebut, sang kepala desa pergi untuk bekerja membajak sawah miliknya yang saat itu sedang ditanami kacang-kacangan; namun aneh, sudah beberapa hari ini penggembala itu mengeluh karena nasinya selalu hilang secara misterius. Untuk mengetahui penyebabnya, maka pada suatu hari saat selesai menaruh bekal, sang kepala desa itu mengintai dari kejauhan. Siasat yang ternyata jitu: Sang pencuri berhasil dipergoki dan ditegur.
"Mengapa engkau setiap hari selalu mencuri nasi milik pekerjaku?," tanyanya.
"Mohon ampun, Tuan, saya terpaksa karena saya kelaparan," ucap pemuda itu.
"Kalau begitu esok jika kau lapar, kau tak perlu mencuri lagi. Datanglah ke rumahku. Disana kau bisa makan bersama keluargaku"
Pemuda itu mengangguk senang. Selama berhari-hari sang korban pencurian itu ternyata memiliki rasa welas asih yang malah menjamin pangan bagi pelaku pencurian; bahkan, ia diterima sebagai keluarga. Pemuda yang bernama Ken Arok itu tak bisa melupakan jasa-jasanya. Setelah lama berdiam dan makan minum di rumah sang kepala desa, Akhirnya Ken Arok menaruh rasa sungkan. Iapun berpamitan untuk kembali berpetualang menuju sebuah daerah bernama Banjar Kacopet yang ada di kadipaten Lulumbang.
Saat Ken Arok berada di Banjar Kacopet, ia melihat seseorang yang tengah berjalan dengan raut muka was-was. Ken Arok menghampiri dan menanyainya. Rupanya, orang itu bernama Mpu Palot, seorang pengrajin emas yang juga kepala desa di Turyantapada. Ia baru pulang berguru pada kepala desa Kabalon dengan membawa bahan kerajinan emas seberat lima tahil. Sekarang ia hendak pulang kembali ke Turyantapada namun takut bila di tengah perjalanan ia bertemu dengan begal terkenal bernama Ken Arok. Mpu Palot tak tahu bahwa yang ada di hadapannya saat ini adalah Ken Arok itu sendiri. Ken Arok tertawa kecil dan mencoba menenangkannya,
"Tuanku sebaiknya jangan khawatir. Izinkan saya untuk menemani tuan sepanjang perjalanan pulang, sehingga nanti bila di tengah jalan kita bertemu dengan begal Arok, saya yang akan melawannya".
Mpu Palot senang bukan kepalang. Dalam perjalanan pulang ia merasa punya teman dan terlindungi dari marabahaya. Sebagai ucapan terimakasih, Mpu Palot berkehendak untuk mewariskan ilmu menyepuh emas kepada pemuda itu; bahkan setelah mengetahui bahwa pemuda itu adalah Ken Arok sendiri, Mpu Palot tidak mempermasalahkan malah mengangkatnya sebagai anak karena kepandaiannya. Ia menetap di asrama Mpu Palot cukup lama. Asrama itu begitu luas hingga wilayah letak asrama milik Mpu Palot itu diberi nama asrama 'Bapa'.
Suatu hari Mpu Palot menyuruh Ken Arok untuk pergi ke daerah Kabalon. Disana ia ditugaskan menyelesaikan pesanan-pesanan milik ketua desa yang telah disiapkan bahannya. Ken Arok pun berangkat dan mengerjakan tugasnya di rumah ketua desa itu; namun sayang, perangai Ken Arok membuatnya tidak disukai oleh penduduk desa, apalagi banyak orang tahu bahwa Ken Arok pernah menjadi perusuh. Berkali-kali Arok menerangkan bahwa ia sudah tidak lagi merusuh karena ia telah menyibukkan diri dengan pekerjaan barunya sebagai penyepuh emas, namun penduduk masih tak percaya. Karena marah, Ken Arok mengambil parang dan menikam beberapa dari mereka yang paling kasar bicaranya. Amukan Ken Arok di tengah pemukiman membuat para penduduk desa melarikan diri lalu melaporkan ulahnya pada ketua desa Kabalon. Sang ketua desa mengumpulkan seluruh penduduk untuk membinasakan Ken Arok, tak terkecuali para pertapa juga para brahmana yang ikut geram dengan tingkahnya. Mereka semua memutuskan untuk ikut pergi dengan tujuan mengepung Arok beramai-ramai.
Tibalah para penduduk itu ke tempat dimana Ken Arok sedang berdiam diri. Merekapun mulai menghakiminya beramai-ramai. Karena banyaknya orang yang ingin membunuhnya, Ken Arok tak kuasa mengalahkan mereka semua. Ia terkena pukulan senjata berbahan perunggu hingga terjatuh tak berdaya. Saat penduduk akan memisahkan nyawa dari raga Ken Arok, tiba-tiba terdengar suara keras seruan dari langit,
"Hentikan perbuatan kalian! Wahai para pertapa, para brahmana yang turut serta, pahamilah bahwa para dewa telah memberi keistimewaan pada pemuda itu. Lepaskanlah dia karena takdirnya belum terpenuhi di dunia"
Semua orang tertegun dengan suara langit itu. Mereka semua akhirnya membantu Arok berdiri kemudian melepaskannya. Dengan penuh luka Ken Arok berjalan terseok-seok, kembali pulang ke asrama Bapa di daerah Turyantapada. Disana ia kembali mengasah kemampuannya sebagai penyepuh emas.
Suatu kali Ken Arok mengunjungi daerah Tugaran. Disana ia terpukau dengan anak kepala desa yang cantik jelita. Gadis itu tampak sedang menanam tanaman kacang di sawah milik ayahnya. Ken Arok mendekati gadis itu dan dari hari ke hari mereka kian akrab. Pada pertemuan kesekian, mereka berdua menyaksikan tanaman kacang itu tumbuh dengan subur dan berkualitas bagus. Kacang yang dihasilkan tampak gemuk, mengkilat dan jika dimakan rasanya sangat gurih. Sang gadis melaporkan hal ini kepada ayahnya bahwa tanaman mereka tumbuh subur berkat pancaran keutamaan Ken Arok yang kerap menyertainya saat bercocok tanam. Sang kepala desa menampik keterangan anak gadisnya. Ia tak sekalipun menyetujui hubungan anak gadisnya dengan Arok, bahkan ia menaruh benci pada Arok. Merasa tak terima, Ken Arok kembali membuat kerusuhan. Setelah mengganggu penduduk desa, ia menggendong arca raksasa yang terdapat di gerbang Tugaran. Arca itu dicurinya dan dibawanya pulang ke asrama Bapa.
Para penduduk dari berbagai desa yang risau dengan keberadaan Ken Arok segera melapor pada penguasa Daha. Iapun terlacak keberadaannya oleh para telik sandi di daerah Turyantapada. Saat diadakan penyerbuan, Ken Arok berhasil lari dan bersembunyi ke Gunung Pustaka, kemudian berpindah ke daerah Limbehan. Disana ia diberi perlindungan oleh kepala desa Limbehan yang memberikan petuah-petuah baik padanya.
Selama beberapa hari berdiam di Limbehan, Ken Arok memutuskan untuk bersamadhi di Rabut Gunung Panitikan, tempat pertapaan para resi. Pada saat bersamadhi, ia mendapat bisikan dari Ida Bathara bahwa petualangannya harus dilanjutkan dengan pergi ke Rabut Gunung Lejar pada hari rabu wage, tepat pada minggu wariga yang pertama. Di waktu itu akan diadakan musyawarah para dewa untuk menentukan siapa kelak yang menjadi penguasa tanah Jawa.
Seusai bersamadhi, Ken Arok didatangi oleh seorang nenek yang merupakan kebayan Gunung Panitikan. Nenek itu menangkap keistimewaan yang terpancar dalam tubuh Ken Arok melalui mata batinnya. Arok menceritakan petunjuk dewata dari hasil samadhinya, dan nenek itupun berkenan membantunya.
"Di hari itu memang akan diselenggarakan musyawarah dewata. Saat acara itu berlangsung, aku akan menyembunyikanmu agar tak segera tampak wujudmu di hadapan para dewa," kata nenek itu. Mulailah mereka menyusun rencana.
Sumber bacaan :
Pararaton terjemahan Gamal Komandoko
Menuju Puncak Kemegahan karya Slamet Muljana
Bunga Rampai 700 Tahun Majapahit karya Sartono Kartodirdjo dkk
Artikel ini pernah dimuat di UC News
No comments:
Post a Comment