Wednesday, July 15, 2020

Kemenangan Gemilang

Palagan Ganter dan suasana yang mencekam, berhadap-hadapanlah kedua pasukan dari dua kerajaan : Singhasari yang dipimpin langsung oleh Ken Arok Sang Amurwabhumi, dan Daha (Kediri) yang dipimpin oleh Mahesa Walungan. Raja Kertajaya mengamati dari belakang bersama para menterinya sembari tetap bersiap untuk menghunus pedang.

Matahari tepat diatas kepala dan aba-aba telah diteriakkan. Dalam sekejap kedua pasukan saling menghampiri. Terdengar suara gemerincing senjata, debum tubuh para prajurit yang jatuh ke tanah meregang nyawa serta ringkikkan kuda. Peperangan sungguh menyisakan amarah dan jeritan pilu mengiris hati.

Pasukan Singhasari bagai lahar Kelud yang tumpah dan membakar segala yang terlewati. Pasukan Daha kalah jumlah. Dalam pertempuran yang sengit, Gubar Baleman jatuh terjengkang saat menghadapi senopati Singhasari. Mahamentri kesayangan Raja Kertajaya itu tak selamat. Ia gugur di medan laga. Senapati agung Mahesa Walungan yang juga merupakan adik kandung dari sang Raja berteriak sangat kencang. Ia menyemangati pasukannya yang tercerai berai. Sabetan pedangnya setidaknya mampu menghadang laju puluhan prajurit yang mencoba membobol pertahanan Daha, namun sayang, ia bertempur sendirian di tengah pasukan Singhasari yang mengamuk, sedang tentaranya sendiri telah kehilangan semangat juang. Mahesa Walungan pun gugur sebagai perwira Daha yang gagah berani.

Raja Kertajaya dari kejauhan melihat kemungkinan untuk menang sangatlah kecil, bahkan bisa dibilang mustahil. Iapun segera memacu kudanya untuk sepenuhnya mundur dari palagan perang. Kertajaya bersama para abdi setia terus berlari dan kemudian bersembunyi di tempat pemujaan. Setelah para prajurit Singhasari mulai mendekati tempatnya bersembunyi, ia menampakkan dirinya tepat di gerbang candi pemujaan. Tombak-tombak tentara Singhasari telah diacungkan padanya. Iapun sejenak menyunggingkan senyum di hadapan mereka semua, kemudian dengan kesaktiannya, ia menjelma menjadi cahaya dan melesat ke angkasa. Para abdi beserta barang bawaannya pun secara ajaib juga menjadi cahaya dan melesat pula menyusul cahaya sang Raja, terbang ke alam dewata.

Sedang di dalam istana Daha, terdapatlah tiga perempuan bernama Dewi Amisani, Dewi Hasin dan Dewi Paja yang merupakan adik-adik Raja Kertajaya. Mereka diberitahukan bahwa Daha telah kalah dan Raja Dandang Gendhis telah mokhsa. Mereka bertigapun saling bergandengan tangan dan menjelma menjadi kelebat cahaya menuju angkasa, menyusul kakaknya yang telah mengungsi di alam dewata.

Kemenangan gemilang diraih oleh tentara Singhasari. Atas kebijakan sang Amurwabhumi, semua yang menyerah akan diampuni dengan catatan mereka bersedia menjadi abdi Singhasari. Anak-anak Kertajaya juga dijamin keselamatan dan dijanjikan kedudukan untuk menjadi penguasa daerah yang ada di bawah kendali Singhasari. Satu perbuatan mulia dilakukan oleh Ken Arok Sang Amurwabhumi, yakni ia didapati memberi minum kepada prajurit Kediri yang sedang terbaring bersimbah darah. Rakyat dan para petinggi kerajaan begitu terpukau dibuatnya. Prajurit-prajurit yang menyerah secara sukarela menghaturkan sembah, dan bersumpah akan menjadi abdi dari Singhasari sampai akhir hayat mereka.

Dengan ditaklukkannya Daha, maka Kerajaan Singhasari telah kokoh berdiri sebagai penguasa bumi Jawa. Rajasa Sang Amurwabhumi yang juga bergelar Bathara Girinata itu memegang tampuk kepemimpinan tertinggi tanda tercapainya takdir kemuliaan yang sekian lama dikawal penuh oleh sang Guru, Dang Hyang Lohgawe. Benarlah brahmana asal Jambudwipa itu mengemban tugas yang amat sangat berat. Ia menyempurnakan kehendak Bathara Wisnu dan Bathara Guru untuk membinasakan raja lalim bernama Kertajaya.

Ken Arok Sang Amurwabhumi memerintah dengan didampingi Ken Dedes, permaisurinya. Mereka berdua tampak saling mencintai. Tidak lama Ken Dedes yang sebenarnya telah mengandung sejak dinikahi Ken Arok akhirnya tiba saatnya untuk melahirkan. Anaknya itu diberi nama Sang Anusapati. Ken Arok memberinya gelar Sang Apanji Anengah, dan sejatinya bayi itu adalah anak kandung dari Tunggul Ametung.

Beberapa lama berlalu, dari pernikahannya dengan Ken Dedes, Ken Arok mendapatkan empat orang anak, tiga putra dan satu putri. Anak pertama bernama Mahisa Wongateleng, lalu kedua adik laki-lakinya : Sang Apanji Saprang dan Agnibaya; sedangkan anak bungsunya bernama Dewi Rimba.

Selain dengan Ken Dedes, Ken Arok memiliki istri muda bernama Ken Umang. Dari pernikahan ini Sang Amurwabhumi beroleh empat anak : Panji Tohjaya, Panji Sudatu, Twan Wregola dan anak perempuan bungsu bernama Dewi Rambi. Dengan demikian Sang Raja memiliki delapan anak kandung, dan satu anak tiri.

Ken Arok yang bergelar Bathara Girinata Sri Ranggah Rajasa Batara Amurwabhumi ini memerintah Singhasari dengan penuh kewaspadaan. Sebisa mungkin ia memerintah dengan bijak dan tidak sampai menyakiti hati rakyatnya, karena dengan perbuatan baik ia berharap dapat melunturkan kutukan yang pernah ditujukan padanya. Keris Empu Gandring yang diselipkan di pinggangnya sejauh ini baru memakan tumbal dua nyawa.

Sumber bacaan :

Pararaton terjemahan Gamal Komandoko

Menuju Puncak Kemegahan karya Slamet Muljana

Melacak Sejarah Kuno Indonesia lewat Prasasti karya Boechari

Artikel ini pernah dimuat di UC News

No comments:

Post a Comment