Wednesday, July 15, 2020

Keutamaan Ken Arok di Hadapan Gurunya

Tita, anak sahaja kepala desa Kapundungan selalu tampak berdua-dua dengan Ken Arok. Mereka berguru tentang ilmu hitung, huruf dan perhitungan kala mangsa kepada seorang Brahmana bernama Janggan di daerah Sagenggeng. Brahmana Janggan mengasihi mereka berdua karena kepintarannya, terutama Ken Arok yang cepat tanggap.

Suatu malam ketika Brahmana Janggan tertidur, terdengar suara berisik di halaman rumahnya. Ia tak menghiraukan. Rupanya ketika paginya ia terbangun, pohon jambu miliknya tampak seperti dicuri orang. Ia begitu marah dan memanggil murid-muridnya.

"Siapa yang mengambil jambu tanpa izin?," tanyanya.

Seorang murid menjawab bahwa semalam ia melihat ratusan kelelawar datang dan mengerubuti pohon tersebut. Mereka beramai-ramai makan buah jambu; karena saking banyaknya, para murid tak kuasa untuk mengusirnya. Mendengar cerita itu Brahmana Janggan memutuskan untuk turun tangan sendiri malam nanti.

Hari itu Brahmana Janggan terus terjaga. Ia mengawasi pohon jambunya. Ada hal apa yang membuat ratusan kelelawar berkumpul untuk mengambil buah jambunya? Ia mengamati keadaan.

Tepat ketika purnama menampakkan anggun wajahnya, suara kepak sayap mulai terdengar. Brahmana Janggan meningkatkan kewaspadaannya sembari memegang sapu di tangan kanan. Seperti kemarin, ratusan kelelawar itu datang berduyun-duyun. Brahmana Janggan penasaran tentang asal muasal kelelawar-kelelawar itu. Ia mengamati bahwa hewan malam itu terbang dengan membentuk barisan yang seakan berpusat pada muara tertentu. Ia mencari bagian akhir barisan kelelewar itu dan mendapati Ken Arok yang sedang tidur di atas balai-balai. Ratusan kelelawar itu muncul dari ubun-ubun Ken Arok!

"Pergi kau, Arok!"

Brahmana Janggan terbawa emosi hingga memukuli Ken Arok dengan gagang sapunya. Remaja itu kaget dan berjalan terseok-seok keluar dari pagar asrama. Ia masih tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Di luar pagar, ia menebak-nebak kesalahan apa yang dilakukannya sehingga membuat gurunya itu marah besar? Namun Ken Arok tak menemukan kesalahannya barang satupun. Iapun tak lagi memikirkannya karena di satu sisi ia masih merasa mengantuk. Tak berapa lama Arok melanjutkan tidurnya di atas ilalang.

Setelah pohon jambunya aman dari gangguan kelelawar, Brahmana Janggan merasa apa yang diperbuatnya pada Ken Arok telah melampaui batas. Tak sepantasnya murid yang dikasihinya itu diberi pukulan gagang sapu hanya karena muncul kelelawar dari pusat ubun-ubunnya, sedangkan Ken Arok sendiri mungkin tak pernah tahu tentang keajaiban itu. Kemudian atas rasa penyesalannya, Brahmana itu mencoba untuk berjalan ke pagar asrama. Rasanya mustahil mencari keberadaan Arok di tengah malam buta. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri hanya gelap saja yang dirasa.

"Arok, Arok...," serunya sembari berharap muridnya itu masih belum jauh.

Tak berapa lama mata Brahmana Janggan dikejutkan oleh sinar terang yang menyala di tengah rimbun ilalang. Ia pun segera berjalan mendatangi arah cahaya. Dari kejauhan tampak silau dipandang mata, namun setelah didekati yang tinggal adalah perasaan nyaman dan damai. Aura cahaya semacam apa ini? Tanya Brahmana itu dalam hatinya.

Setelah cukup dekat, Brahmana Janggan terkejut bukan kepalang karena cahaya itu berasal dari tubuh Ken Arok. Ia menangkap keutamaan dari muridnya itu. Brahmana Janggan yakin bahwa kelak takdir akan membawa Ken Arok menjadi pribadi yang mulia; lantas ia menggendong Arok untuk kemudian ditidurkannya kembali di balai-balai.

Esoknya, Brahmana Janggan mengusap rambut Arok. Muridnya itu menghormat takzim. Tak berani berkata apa-apa.

"Arok, sekiranya engkau menginginkan buah jambu yang ada di halaman, maka ambillah sebanyak yang kau mau," ujarnya sembari tersenyum.

Ken Arok girang bukan kepalang. Mulai hari itu ia bebas mengambil jambu sesuka hatinya. Hubungannya dengan sang guru juga makin membaik dan akrab. Bahkan saking berlimpahnya kasih sang guru terhadap murid, Ken Arok mengucap sumpah, "Kelak apabila aku jadi orang besar, aku akan membalas budi baiknya".

Selepas lulus dari asrama Sagenggeng, Arok dan Tita yang telah kian dewasa mengisi kegiatannya sebagai penggembala; namun tak berapa lama perangai Ken Arok sebagai biang kerusuhan tampaknya kembali kambuh. Ia mengajak Tita untuk membuat sebuah pondok di daerah Sanja. Setiap hari kegiatan mereka menghadang orang lewat dan merampoknya.

Sumber bacaan :

Pararaton karya Gamal Komandoko

Menuju Puncak Kemegahan karya Slamet Muljana

Bunga Rampai 700 Tahun Majapahit karya Sartono Kartodirdjo dkk

Artikel ini pernah dimuat di UC News

No comments:

Post a Comment