![]() |
Sleep Under The Stars by Katie Daisy |
Episode 6 : Ada Keseruan di Dlundung
Satu-satunya
kegiatan berkemah yang pernah diselenggarakan SMSR selama aku menempuh
studi di sekolah itu adalah kegiatan berkemah di Dlundung, Mojokerto.
Saat itu secara kebetulan beberapa sekolah SMA di Jawa Timur juga mengadakan even kemah di tanggal yang sama dengan SMSR. Jadi, lapangan Dlundung yang begitu luas dengan segera menjadi tumplek blek, penuh dengan kemah-kemah para pelajar dari berbagai sekolah; cukup ramai dan menyenangkan, terlebih gadis-gadis dari sekolah-sekolah lain itu cukup menggoda iman.
Saat itu secara kebetulan beberapa sekolah SMA di Jawa Timur juga mengadakan even kemah di tanggal yang sama dengan SMSR. Jadi, lapangan Dlundung yang begitu luas dengan segera menjadi tumplek blek, penuh dengan kemah-kemah para pelajar dari berbagai sekolah; cukup ramai dan menyenangkan, terlebih gadis-gadis dari sekolah-sekolah lain itu cukup menggoda iman.
Kegiatan kami disana sejatinya adalah Ospek, namun
bisa dibilang ospek yang agak terlambat, karena diselenggarakan
beberapa hari setelah pelajaran dimulai. Acara-acara yang berlangsung
saat itu tidak jauh dari ramah-tamah, permainan-permainan kecil, namun
lebih banyak santainya. Tidak ada yang namanya perpeloncoan atau acara
jahil lainnya khas SMA-SMA umum, karena untuk ukuran sekolah seni, tiga
tahun menimba ilmu disana sama saja dengan perpeloncoan sistematis.
Selama proses, mereka yang tidak kuat akan keluar atau mengundurkan diri
dengan sendirinya.
Aku masih ingat ketika tiba waktunya mandi,
kami harus mengantri cukup panjang di toilet umum sehingga kami harus
membayar sekian rupiah untuk menumpang mandi di toilet-toilet warung
yang berjajar di sudut sebelah barat bumi perkemahan Dlundung.
Toilet-toilet warung adalah sebuah bilik kecil tanpa atap, sehingga
memancing Kijing yang diikuti oleh beberapa kawan lainnya untuk berjalan
keluar dan mendaki ke tempat yang lebih tinggi, dengan harapan dari
ketinggian mereka bisa mengintip gadis-gadis yang mandi di bilik tak
beratap itu. Tapi usaha mereka sia-sia karena mungkin pembangunan bilik
itu sudah ditentukan sesuai kontur perbukitan sehingga dari ketinggian
sudut manapun tak akan ada celah untuk mengintip, kecuali jika kita
membawa helikopter dan terbang tepat diatas bilik tersebut. Usaha mesum Kijing gagal total.
Malam hari kedua adalah malam
yang tak bisa dilupakan, karena terjadi masalah serius. Tiba-tiba saja
para guru menentukan tempat yang cukup lapang. Seluruh siswa dikumpulkan
dan diperintah untuk duduk melingkar. Pak Taufiq, guru jurusan T.I
masuk ke dalam lapangan dan berteriak-teriak tak karuan. Ia berkeluh
sambil marah besar. Katanya, sejumlah uang milik sekolah yang dibawa
dari Surabaya untuk kepentingan acara mendadak hilang dicuri. Sosok guru
bertubuh besar dan kekar itu dengan geram menyuruh satu persatu siswa
untuk mengaku.
Yohanes Lema disebelahku tampak ketakutan. Ia yang sebelumnya tertawa-tawa, sejak melihat peristiwa itu langsung menggigil, kemudian mengeluh,
Yohanes Lema disebelahku tampak ketakutan. Ia yang sebelumnya tertawa-tawa, sejak melihat peristiwa itu langsung menggigil, kemudian mengeluh,

"Sakit gimana? Tadi kan habis ketawa-ketawa?"
"Pokoknya saya sakit, Bean.. Saya mau ke tenda medis"
Sebelum Yohanes melangkah, datanglah kakak-kakak kelas OSIS, melapor kepada Pak Taufiq bahwa mereka telah menggeledah seluruh tas murid. Uang itu ditemukan di dalam tas seorang siswa jurusan T.I bernama Musa.
"Musa, sini kamu!" Bentak Pak Taufiq.
Musa dengan gemetar masuk ke lapangan. Pak Taufiq mendekat hendak menamparnya. Pak Khusnul yang melihat kejadian itu segera merespon. Beliau bergegas masuk dan menahan tangan Pak Taufiq.
"Sampean jangan bikin acara ini jadi tegang! Dan jangan menuduh sembarangan, siapa tahu Musa difitnah!," Teriaknya.
Suasanapun menjadi kacau. Pak Taufiq dan Pak Khusnul saling beradu
argumen, kemudian berubah menjadi saling ancam-mengancam. Tensi
meninggi, para siswa gemetar ketakutan. Siswi-siswi jurusan tekstil,
seperti Wiwien, Yuyun, Debby, Kinanti dll berteriak-teriak, berupaya
mendamaikan guru yang bertengkar. Tapi sayangnya siswi jurusan tekstil
semuanya latah, jadi ketika mendengar suara bentakan, mereka secara
tidak sadar langsung menirukan bentakan itu, jadi sia-sialah upaya
mereka.
Pak Taufiq dan Pak Khusnul semakin memanas. Tangan Pak Taufiq yang kekar itu mencengkeram kerah baju Pak Khusnul. Akankah ini berujung adu pukul?
Yohanes disebelahku kembali mengeluh,
"Beeeaaaannn, saya sakit Bean!!!!"
"Kamu itu kenapa sih?? Sakit ya sana berangkat ke tenda medis, kok malah ngeluh ke aku??"
Aku sebenarnya tahu bahwa ia sedang berupaya menghindar dari situasi ini.
Kemudian apa yang kami perkirakan benar-benar terjadi. Pak Taufiq dan Pak Khusnul saling dorong dan saling mencengkeram. Dalam satu hentakan, Pak Taufiq menjatuhkan tubuh Pak Khusnul ke tanah. Suara berdebum. Pak Taufiq diatas angin. Ia mengepalkan tinjunya dan bersiap untuk memukul Pak Khusnul yang tidak berdaya...
Dan tiba-tiba, sebelum sempat Pak Taufiq mendaratkan tinjunya, di sebelah timur, dari kegelapan hutan yang tidak diduga, muncullah kelebat cahaya api kecil. Cahaya itu semakin mendekat dan semakin tampak pula wujudnya. Cahaya api yang berkobar dari sebuah lilin diatas kue tar.
Tiga orang kakak OSIS membawakan kue itu dan menyanyikan lagu Happy Birthday untuk Musa.
Pak Taufiq melepaskan tinjunya dan berbalik membantu Pak Khusnul untuk berdiri. Mereka saling berpelukan dan tertawa-tawa. Rupanya, sandiwara itu telah mereka rancang jauh-jauh hari untuk mengerjai Musa yang tanggal ulangtahunnya jatuh tepat pada hari kedua acara kemping berlangsung. Murid-muridpun lega.
Acara dilanjutkan dengan bernyanyi dan menari. Semprong si kumal itu berinisiatif ke tengah lapangan untuk berjoget dengan salah seorang siswa yang dijuluki Regent. Gerakan mereka cukup mengundang tawa, termasuk Yohanes yang mendadak tertawa keras seakan tak bisa berhenti.
"Lho, katanya sakit?"
"Pukimai kau, acara macam begini mana bisa bikin aku sakit!"
Jawaban yang cukup sialan. Tapi daripada aku ngurusi Yohanes yang ngibul, aku lebih memilih melirik Suci dan Riris. Dua sahabat itu tampak saling menggenggam tangan, lega karena mengetahui bahwa semua itu cuma sandiwara. melihat mereka, sepintas aku membayangkan jika saja aku berada ditengah-tengah mereka.. Suci menggenggam tangan kananku, dan Riris menggenggam tangan kiriku... Ah.. khayalan yang belum sempat mengembang lebih jauh, mendadak dituntaskan oleh perintah Pak Khusnul yang menyuruh anak-anak masuk tenda untuk tidur. Malam telah larut.
Kemping ini sebenarnya menyenangkan, tapi membuatku tak bisa tidur malam selama dua hari. Dalam tenda, Tompel tak henti-hentinya meracau, Mat Pa'i tidur telentang dan bau badannya seperti bau pasar ikan, Kriswanto mendengkur sambil menganga, gigi palsu peraknya terlihat jelas dan membikin muak. Malam ini aku kembali keluar tenda untuk begadang, berharap Suci dan Riris juga tidak bisa tidur dan menemaniku; tapi apa boleh buat, satu-satunya cewek yang tidak tidur selama dua hari hanya ada Dina.
Aku begadang bersama cewek pemurung yang saat itu belum mau cerita tentang masalahnya.
To be continued......
No comments:
Post a Comment