![]() |
First Love By Leonid Afremov |
Episode 11 : Magang Tiba, Aku Menjemput Cinta
Seorang guru yang masuk ke kelas kami mengatakan bahwa papan pengumuman
sekolah sudah ditempeli kertas pemberitahuan nama-nama siswa magang
beserta penempatannya. Rencananya kami akan magang selama tiga bulan
penuh di instansi-instansi yang berhubungan dengan kesenian, perusahaan
advertising maupun magang di tempat pelukis yang telah dipilih oleh
sekolah. Saat istirahat kami beramai-ramai mendatangi papan pengumuman
itu. Namaku ditulis satu grup dengan Kriswanto dan Mahfud. Kami bertiga
ditempatkan untuk magang di TVRI, Surabaya.
Jadi aku harus satu kelompok dengan Kriswanto dan Mahfud? Ah, aku harus membiasakan diri mendengar logatnya yang aneh itu, juga menahan diri apabila Mahfud bertindak memalukan di tempat magang dengan memamerkan jurus-jurus kungfunya.
Jadi aku harus satu kelompok dengan Kriswanto dan Mahfud? Ah, aku harus membiasakan diri mendengar logatnya yang aneh itu, juga menahan diri apabila Mahfud bertindak memalukan di tempat magang dengan memamerkan jurus-jurus kungfunya.
Saat yang ditentukanpun tiba. Aku, Kriswanto dan
Mahfud pagi itu mendatangi kantor TVRI dan langsung menuju ruang
artistik. Disana kami menemui staff artistik yang cukup ramah seperti
Pak Tri, Pak Puguh, Pak Badak dan seorang sepuh yang dipanggil 'Romo'.
Disamping mereka cukup ramah, mereka juga sangat terlihat santai. Kami
baru mengetahui penyebab kesantaian mereka setelah Pak Tri membuka
percakapan,
"Selamat datang di TVRI, mas.. kalian disini cukup duduk-duduk sambil bersantai saja. Kalau ingin melihat proses produksi tayangan, monggo langsung ke studio. Maaf, mungkin selama kalian disini, tidak ada sesuatupun yang bisa kalian kerjakan, karena kondisi TVRI sedang sepi; dekorasi panggung pun menggunakan dekorasi lama yang sudah jadi".
Jadi selama tiga bulan kami sekedar numpang mampir? Dan
memang selama tiga bulan itu kami menemukan kenyataan tentang
ucapan Pak Tri.
Selama di TVRI, kami hanya bersantai. Hanya
sekali kami melakukan pekerjaan, yaitu menggosok dekorasi lama yang
terbuat dari styrofoam dengan kertas gosok. Selebihnya, kami bertiga
hanya menikmati kecantikan MC acara kuis, sekaligus mendapat teman,
yakni kakak-kakak magang dari sebuah Universitas di Jawa Tengah. Aku
sempat mengajak salah satu cewek magang yang usianya empat tahun lebih
tua dariku itu untuk berkeliling kota Surabaya. Lumayan..
Di TVRI
pula kami menemui seorang pegawai yang juga pelukis, bernama Pak Dani
Widodo. Beliau sangat perhatian dengan kami. Ketika kami bingung dengan
apa yang akan kami lakukan di masa-masa santai itu, beliau mengajak kami
ke rumahnya untuk melukis bersama. Bahkan apabila dompet kami tipis dan
nyaris memutuskan untuk berpuasa, beliau menawarkan kami makan enak di
rumahnya.
Walaupun santai kayak di pantai, pada masa itu
aku berkenalan dengan dua orang pelajar yang sedang mengunjungi TVRI.
Namanya Siti dan Neny Kristanti. Setelah perkenalan itu, aku
memberanikan diri untuk mengajak mereka bertemu kedua kali dan
berjalan-jalan bersama. Tak disangka mereka setuju. Sebelum hari yang
telah ditentukan, aku mengajak Imam Machmudi untuk membonceng salah satu
dari mereka.
SMA 17 adalah sepenggal perjalananku dimana aku
sempat melabuhkan perasaanku. Siang itu aku membonceng Siti, dan Imam
membonceng Neny. Mereka berdua sama-sama cantik, tapi aku lebih menaruh
hati pada Neny. Celakanya, Imam juga menaruh hati padanya. Jadi setelah
kegiatan jalan-jalan itu, secara intens aku mendatangi Neny di rumahnya.
Neny bercerita kalau minggu ini Imam sudah mengunjunginya dua kali,
sedangkan aku sudah mengunjunginya tiga kali. Maka dari itu aku mencoba
lebih intens lagi. Seminggu kalau perlu tujuh kali!
Terombang-ambing cinta memang membuatku seakan terbang melayang. Apalagi
saat berduaan sambil melihat sekawanan rusa kawin-mawin di Kebun
Binatang Surabaya, Neny menerimaku menjadi kekasihnya. Duniapun
berbunga-bunga. Besoknya saat aku magang, aku melihat TVRI seakan
menjadi gedung yang riuh, seperti pasar malam tempat berpasang-pasang
kekasih memadu asmara.. Kriswanto yang medok, kurasakan suaranya begitu
merdu, semerdu Freddie Mercury dengan gigi pasangan perak di mulutnya.
Mahfud yang obsesif terhadap Kungfu, kulihat menjadi sehebat Jackie Chan
dan selihai Jet Lee.. aku bahkan berilusi melihat ia meloncat dari satu
gedung ke gedung lain, kemudian merayap seperti Spiderman.
Juga kulihat Imam yang sedikit geram karena gadis yang dicintainya malah melabuhkan pilihannya padaku, dan bolak-balik berkata "Sialan kamu, Bean", menjadi seakan begitu berterimakasih dan berhutang nyawa karena gadis itu lebih memilihku... Aku sudah gila.
Juga kulihat Imam yang sedikit geram karena gadis yang dicintainya malah melabuhkan pilihannya padaku, dan bolak-balik berkata "Sialan kamu, Bean", menjadi seakan begitu berterimakasih dan berhutang nyawa karena gadis itu lebih memilihku... Aku sudah gila.
Gara-gara aku
pacaran, Mahfud yang selama magang kuajak bareng naik sepeda motorku,
terpaksa harus bersepeda pancal dari rumahnya di daerah Bohar, Gedangan,
Sidoarjo menuju TVRI di Jalan Mayjend Sungkono, Surabaya. Sangat jauh
dan aku harus bolak-balik meminta maaf padanya karena alasan cinta.
Setiap pagi aku bela-belain menjemput Neny di rumahnya untuk
mengantarnya berangkat sekolah. Otomatis, aku datang ke TVRI agak siang.
Saat itu Mahfud memang tidak punya sepeda motor dan gara-gara aku ia
harus berlelah-lelah bersepeda jarak jauh. Aku masih ingat hal itu dan
sampai hari ini aku merasa bersalah.. tapi aku jatuh cinta, Fud..
Neny sebenarnya wanita biasa. Sekolah di SMA 17, anak seorang sopir
mikrolet bernama Slamet Wasono, yang tinggal di daerah Semampir,
Surabaya. Parasnya cukup menawan, bentuk wajahnya bulat, alisnya tidak
terlalu tebal, hidungnya tidak terlalu mancung, rambutnya lurus panjang,
bodynya.. aduhai... Bersamanya aku merasakan romantisme lagu berjudul
'Kisah Kasih Lintas Sekolah' (bukan 'Kisah Kasih di Sekolah' karena kami
memang pacaran lintas sekolah).
Sayangnya, orangtuanya, terutama
Ibunya, kurang mengijinkan aku menjalin hubungan dengannya. alasannya
cukup sialan, karena aku hanya anak STM (sebutan SMK pada waktu itu
-juga SMK saat itu kurang populer dibanding SMA-), jurusan lukis pula.
Ibu Neny membayangkan bila aku kelak hanya jadi pelukis. Beliau
tenggelam dalam stereotipe 'pelukis'. Seorang pelukis mana bisa
menghidupi anaknya? Padahal pelukis belum tentu hidup miskin; banyak kok
pelukis kaya-raya. Dan juga, anak jurusan lukis apa melulu akan jadi
pelukis? bisa saja ke depannya ia jadi guru, pemilik advertising, pelaku
kreatif, pengusaha cinderamata, pegawai negeri, karyawan TVRI,
Presiden, juga pengelola handycraft untuk mahar pernikahan!!!
....Ibu, bila kau setuju, aku, Guruh Dimas Nugraha anak SMK jurusan lukis ini, akan membuat sendiri hiasan mahar pernikahan untuk anakmu...
....Ibu, bila kau setuju, aku, Guruh Dimas Nugraha anak SMK jurusan lukis ini, akan membuat sendiri hiasan mahar pernikahan untuk anakmu...
Ibunda Neny memalingkan muka dan memberi alasan selanjutnya: Neny masih sekolah.
Berhari-hari kami tetap nekad melanjutkan hubungan, hingga karena tak kuasa melihat tekanan yang begitu berat dari orangtua Neny, maka kami berdua memutuskan untuk berpisah. Neny mengantarku di depan gang rumahnya, menggenggam tanganku sebagai salam terakhir. Basah air mata. Ia terdiam mematung melihatku pergi meninggalkannya. Dari kaca spion aku melihatnya tetap mematung, sampai ia menghilang dari pandangan.
Berhari-hari kami tetap nekad melanjutkan hubungan, hingga karena tak kuasa melihat tekanan yang begitu berat dari orangtua Neny, maka kami berdua memutuskan untuk berpisah. Neny mengantarku di depan gang rumahnya, menggenggam tanganku sebagai salam terakhir. Basah air mata. Ia terdiam mematung melihatku pergi meninggalkannya. Dari kaca spion aku melihatnya tetap mematung, sampai ia menghilang dari pandangan.
Esoknya, hari-hari yang serba lemas. Aku jadi sedikit emosional namun
banyak termenung. Jatuh cinta membuatku gila, putus cinta juga membuatku
gila. Mahfud kubonceng lagi setiap harinya. Ia kembali lagi dalam
bayanganku semula, seorang yang obsesif terhadap kungfu, sekaligus
vegetarian.
Aku punya simpanan uang yang semula kugunakan untuk kepentingan pacaran, namun saat itu aku ingin menghabiskan saja uang itu karena aku tak mau mengingat segala sesuatu dan ingin mengubur bayang-bayang kekasihku yang sudah tak lagi bersamaku.
Aku punya simpanan uang yang semula kugunakan untuk kepentingan pacaran, namun saat itu aku ingin menghabiskan saja uang itu karena aku tak mau mengingat segala sesuatu dan ingin mengubur bayang-bayang kekasihku yang sudah tak lagi bersamaku.
"Fud, aku
punya uang. Ayo kita makan. Aku tahu kamu tidak suka daging ayam. Kalau
begitu kamu pesan saja minuman atau kentang. Kita ke KFC!!!"
"Oke"
Saat di KFC, aku memesan ayam goreng dua potong. Aku menoleh ke Mahfud, menanyakan ia mau pesan apa.
"Fud, jadi kamu pesan kentang dan minuman?"
"Tidak. Aku juga dua potong ayam goreng!"
"Lho, kamu kan vegetarian?"
"Aku memang nggak suka dengan daging yang digoreng biasa, dibumbui kuah atau sambal. Tapi jangan salah, aku hanya mampu memakan daging olahan KFC!".
Wtf.. vegetarian nanggung! Hari itu seluruh simpanan
uangku habis gara-gara empat ekor ayam goreng, dua minuman soda, satu
kentang, dua burger, dan anak penggila kungfu yang pernah memaklumatkan
dirinya sebagai vegetarian itu menyantap habis pesanannya.
"Daging adalah sumber hawa nafsu, hawa nafsu harus dimusnahkan.. caranya adalah dengan dimakan"
Setelah terluka karena putus cinta, aku masih dihenyak oleh pernyataan jancukkan semacam itu. Ingin kulempar Mahfud ke arah gerombolan tekstil yang sedang berjalan, lalu kuperintahkan gerombolan itu untuk memukulinya.
Suatu sore di TVRI, Kriswanto yang tahu tentang
masalahku mencoba untuk meledek. Aku diam saja dan ia kuanggap angin
semata. Setelah puas meledek, perutnya lapar.
"Bean, gak lapar? Mendung gini enaknya makan bakso..."
"Aku nggak mau bakso biasa!"
"Bakso apa?"
"Bakso Babi! Bakso Babi sekalian! Biar haram sekalian! Biar dosa sekalian! Dunia tidak mendukungku! Dunia menutup mata padaku!"
"Aku nggak mau bakso biasa!"
"Bakso apa?"
"Bakso Babi! Bakso Babi sekalian! Biar haram sekalian! Biar dosa sekalian! Dunia tidak mendukungku! Dunia menutup mata padaku!"
Aku berteriak kesana-kemari seperti orang berorasi di tengah kumpulan
kambing congek yang sedang makan rumput. Aku terluka
seterluka-terlukanya. Bayang wajah Neny berkelebat dalam keseharianku.
Kriswanto menelungkup sambil tertawa. Aku tak
peduli.
Perasaan terluka itu terbawa hingga selesai magang. Saat
ke sekolah aku melihat sekolahku seperti biasanya. Aku kembali ke
kumpulan teman sekelas yang penuh dengan anak-anak aneh.
Masih dengan perasaan terluka, aku masih saja harus kembali menanggung luka dengan bentakan Bu Ellys,
Masih dengan perasaan terluka, aku masih saja harus kembali menanggung luka dengan bentakan Bu Ellys,
"Guurrruuuuhhhh!!!!!"
"Apa sih bu?"
"Rambutmuuuuuuu!!!!!!"
Ah iya.. Beberapa bulan magang rambutku sudah tumbuh sebahu.....
To be Continued......
No comments:
Post a Comment