![]() |
Scream by Edvard Munch |
Episode 10: Spiritual Activity
Di sebuah ruangan
yang cukup luas dengan dinding dan puluhan kaca terpampang melingkar di
tiap sudutnya, gadis itu menari seorang diri. Ia ada di tengah ruangan,
begitu menikmati liuk tiap gerakan. Alunan lagu menambah kekuatannya
untuk menghayati tarian tradisi yang beberapa hari kemudian akan
ditampilkan di sebuah panggung pertunjukan sekolah.
Sejenak ia memejamkan mata, dan segenap keriap jemarinya merasuk ke dalam jiwa. Ia menari dengan hati. Dalam liukan kesekian, ia membuka matanya hingga kemudian menyadari bahwa dirinya tidaklah sendiri. Di sampingnya, sosok berambut panjang dengan pakaian putih menjuntai sedang berdiri sambil mengikuti alur gerakan yang ia tarikan. Entah sosok itu menginjak bumi atau tidak, yang jelas, di sela keterkejutan itu sang penari melihat kearah kaca dan sosok itu tidak terpantul.
Ketika sang penari berhenti menari dan hendak berlari, sosok tanpa wajah itu terbang kearahnya dan menyergapnya. Sepenuhnya kesadaran itu hilang, kemudian bergerak dan berteriak diluar kendali. Trance-possesion disorder, penari itu mengalami suatu gejala yang membuat seseorang merasa lepas dari tubuhnya dan ada sesuatu yang mengendalikan tubuhnya itu. Tidak cukup sampai disitu, ia juga mengalami split disorder dalam kondisi trance tersebut: gejala kesurupan dengan fenomena kepribadian yang berubah-ubah. Demit-demit bergantian masuk ke tubuhnya, sehingga kadang ia tertawa, lalu kemudian menangis, mendadak histeris, bahkan meracau dalam bahasa jawa, kemudian tiba-tiba berbicara dalam bahasa mandarin. Pasti kemasukan hantu penjaga tembok China!
Mungkin para demit sedang
antri untuk masuk tubuhnya, dan kuntilanak yang ia lihat pertama kali
itu berperan sebagai penjaga loketnya. Saat itu para guru dan siswa tak
henti-hentinya membacakan ayat kursi di telinga siswi penari itu
hingga ia tersadar kembali.
Kejadian itu memang bukan berada di
sekolah kami, namun di SMKI, sekolah yang ada di depan SMSR, dimana
keduanya hanya dibatasi oleh sebuah tembok rendah.
Walaupun bukan di sekolah kami, tapi kedua sekolah yang berdiri dalam satu kompleks itu memang terkenal menjadi ajang arisan para kuntilanak, tanah lapang bagi para pocongan untuk membuat lomba balap karung, juga pohon-pohon di kedua sekolah yang tinggi dan rindang pastinya menjadi tempat menarik bagi para genderuwo untuk membuat keseruan macam panjat pinang.
Mulai dari ruang tari dan karawitan di bagian paling depan SMKI dimana banyak siswi kesurupan, lalu berjalan ke timur, ke arah gedung pertunjukan 'Sasana Artistika', tempat demit, jin, banaspati dan brokosokan menjadikannya sebagai apartemen gaib, lalu lanjut ke timur lagi, masuk ke sekolah kami: ruang pameran, studio lukis, studio logam dan studio kayu, hingga jauh ke sudut paling timur SMSR: pohon beringin. Disanalah setan menjadikannya tempat beranak-pinak!
Walaupun bukan di sekolah kami, tapi kedua sekolah yang berdiri dalam satu kompleks itu memang terkenal menjadi ajang arisan para kuntilanak, tanah lapang bagi para pocongan untuk membuat lomba balap karung, juga pohon-pohon di kedua sekolah yang tinggi dan rindang pastinya menjadi tempat menarik bagi para genderuwo untuk membuat keseruan macam panjat pinang.
Mulai dari ruang tari dan karawitan di bagian paling depan SMKI dimana banyak siswi kesurupan, lalu berjalan ke timur, ke arah gedung pertunjukan 'Sasana Artistika', tempat demit, jin, banaspati dan brokosokan menjadikannya sebagai apartemen gaib, lalu lanjut ke timur lagi, masuk ke sekolah kami: ruang pameran, studio lukis, studio logam dan studio kayu, hingga jauh ke sudut paling timur SMSR: pohon beringin. Disanalah setan menjadikannya tempat beranak-pinak!
Di SMSR memang jarang terjadi kesurupan, karena
memang pikiran siswa-siswi di sekolah kami tak pernah jauh dari
kebahagiaan. Bahkan tak jarang jika melihat keseharian dan tingkah polah
kawan-kawan, kami tak bisa membedakan apakah kawan itu kesurupan atau
tidak; tapi soal aktivitas spiritual, jangan ditanya, karena memang
bukan sekedar banyak, melainkan melimpah ruah! Banyak episode yang akan
dilalui jika harus menceritakannya satu persatu, namun aku hanya akan
mengambilnya beberapa saja.
Soal kesurupan, aku pernah diajak
oleh salah seorang kakak kelas bernama Sigit 'Cupes' untuk menginap di
studio lukis, menyaksikan kawan-kawan seangkatannya itu mengerjakan
tugas akhir.
Malam menjelang pukul sembilan, kawan-kawan mulai lapar dan membeli makanan, air mineral serta kopi. Tak dinyana, seorang kakak kelas yang awalnya terlihat asyik minum kopi, mendadak kedua bola matanya menyalang merah. Ia memecahkan gelas berisi kopi itu dengan giginya. Mulutnya tidak berdarah, tidak pula ia merasa kesakitan. Kami semua panik dan berhambur keluar. Beberapa kawan memegang tubuhnya sambil terlempar kesana-kemari. Kakak kelas yang lain berinisiatif untuk mencarikan orang pintar.
Malam menjelang pukul sembilan, kawan-kawan mulai lapar dan membeli makanan, air mineral serta kopi. Tak dinyana, seorang kakak kelas yang awalnya terlihat asyik minum kopi, mendadak kedua bola matanya menyalang merah. Ia memecahkan gelas berisi kopi itu dengan giginya. Mulutnya tidak berdarah, tidak pula ia merasa kesakitan. Kami semua panik dan berhambur keluar. Beberapa kawan memegang tubuhnya sambil terlempar kesana-kemari. Kakak kelas yang lain berinisiatif untuk mencarikan orang pintar.
"Aku ikut,!" Kataku.
Kami bersepeda motor berlima menuju ke rumah orang pintar itu. kemudian di pertigaan, tanpa mereka sadari, aku memutar sepeda motorku kearah berlawanan dan memutuskan untuk pulang.. maaf, aku tidak mau berurusan dengan segala hal yang berkaitan dengan aktivitas spiritual.. bukannya takut, melainkan... ah, memang takut...
Suatu pagi, Hohok, anak jurusan
musik di SMKI berlari tunggang-langgang hingga masuk ke halaman SMSR,
kemudian berlindung di pos satpam sekolah kami. Sebabnya, ia melihat
sosok tinggi besar bertaring, yang seluruh tubuhnya berwarna hijau
tiba-tiba lewat di depan studio musik ketika ia sedang asyik berlatih
drum; makanya ia pontang-panting ketakutan, berlari lintang pukang
lintas sekolah.
Satu waktu seorang kakak kelas yang sedang
memarkir motornya di parkiran, mendadak histeris sambil meminta tolong.
Ketika sudah ditenangkan, dengan perlahan anak itu bercerita bahwa
ketika dirinya baru saja menaruh sepeda, tiba-tiba saja di sampingnya
terlihat seekor buaya putih dengan mulut menganga.
Tidak cukup
sampai disitu. Sore hari setelah menyelesaikan tugas membuat kanvas,
kudengar sendiri deru mesin di dalam ruang praktek jurusan logam
mendadak menyala. Padahal, kondisi ruangan itu sedang tertutup rapat.
Pak Suko, kepala rumah tangga sekolah mendadak berlarian..
Pak Suko, kepala rumah tangga sekolah mendadak berlarian..
"Ya Allah,
aku lupa...".
Lalu ia membuka ruangan logam dan masuk ke dalamnya.
Ketika itu aku mengikuti beliau dan memberanikan diri untuk bertanya,
"lupa apa, Pak?"
"Menyalakan lampu!"
Rupanya jika Pak Suko sampai lupa menyalakan lampu, golongan demit penghuni ruangan itu menunjukkan eksistensinya dengan cara menyalakan puluhan mesin didalam sana.
Pak Suko yang puluhan tahun mendiami
sekolah dan mendapat fasilitas tinggal di sepetak bangunan di dalam
sekolah itu sudah biasa dengan hal-hal gaib. Bahkan, sebuah aktivitas
spiritual pernah merenggut korban, yaitu anaknya sendiri.
Ceritanya, ketika awal tahun 90an, kanan-kiri sekolah kami masihlah
sawah dan banyak lahan kosong. Suasana yang masih sepi itulah yang
mungkin mengundang kedatangan penduduk jazirah gaib datang dan menempati
sekolah. Saking seringnya menyaksikan peristiwa-peristiwa gaib, Pak
Suko jadi tak peduli lagi sampai ketika suatu hari ia menemukan seekor
ayam yang tiba-tiba datang ke rumahnya. Ayam itu seluruh bulunya
berwarna hitam. Ayam yang kerap disebut cemani itu berputar-putar di
depan rumahnya hingga kemudian ditangkap oleh Pak Suko untuk disembelih
sebagai hidangan makan malam sekeluarga.
Beberapa hari kemudian, ketika istri Pak Suko, Bu Suko sedang berdiam diri di rumahnya sambil menggendong bayinya yang baru berusia beberapa bulan, beliau mendengar suara pintu rumahnya diketuk. Bu Suko awalnya tak menghiraukan ketukan tersebut karena tak mungkin ada orang lain di sekolah pada malam hari jika bukan demit.
Pintu diketuk kedua kalinya. Bu Suko tetap tak peduli.
Pintu diketuk ketiga kalinya, angin tiba-tiba mendesir masuk ke dalam ruangan. Bu Suko tetap tak menghiraukan.
Sampai kemudian terdengar suara kerokok ayam, kemudian disusul suara terbata seperti mengeja perlahan...
Sampai kemudian terdengar suara kerokok ayam, kemudian disusul suara terbata seperti mengeja perlahan...
"Buuuu... Suuu... Koooo..."
Barulah beliau terkejut lalu menanggapinya,
"Nggih, monggo, sinten nggih?"
Belum selesai bibir Bu Suko tertutup, tiba-tiba tangan kecil anak
bayinya itu memukul bibirnya, lalu kemudian mencengkeramnya dengan
jari-jari mungilnya, seolah berpesan,
"Ibu, jangan disahuti!!!!!"
Bu Suko bangkit berdiri sambil menggenggam telapak tangan anaknya,
kemudian membuka pintu rumah. Benarlah, angin setengah bertiup kencang
ke arahnya. Tidak ada siapa-siapa disitu. Bayinya menangis.
Tiga
hari setelah ketukan dan suara misterius itu, bayinya terserang sakit
panas dan demam. Begitu tinggi suhu tubuhnya, hingga kemudian sebelum
sempat membawanya ke rumah sakit, bayi Bu Suko meninggal. Kyai yang
datang ke pemakaman bayinya mengatakan bahwa lingkungan sekolah perlu
diadakan pengajian rutin dan pembacaan ayat-ayat Al-Qur'an, mengingat
mahluk gaib disana mulai meminta korban. Maka tak terkira air mata yang
tumpah dari kedua bola matanya. Hidup yang sudah serba kekurangan, masih
ditambah dengan cobaan yang begitu menikam hatinya. Keluarga kecil itu
tenggelam dalam kesedihan selama berbulan-bulan. Beberapa tahun berlalu
ketika beliau menceritakan kembali kisahnya padaku, aku masih melihat
linangan air mata itu. Orangtua mana yang tak larut dalam kepedihan
mengingat satu diantara keempat anaknya harus mendahului mereka begitu
cepat?
Aktivitas gaib baru mulai perlahan-lahan berkurang setelah
dibangunnya masjid di halaman sekolah. Lantunan ayat suci tiap hari
diperdengarkan.
Kini, setelah 13 tahun berlalu, sekolah SMSR (SMKN 11) dan SMKI (SMKN 9) dijadikan satu oleh pemerintah dengan nama SMKN 12, tak pernah terdengar lagi cerita tentang aktivitas spiritual. Religiuitas warga sekolah yang semakin baik, ditambah dengan suasana yang semakin ramai, mungkin saja membuat para demit memutuskan untuk berangkat transmigrasi ke pulau-pulau terpencil di seberang lautan.
Kini, setelah 13 tahun berlalu, sekolah SMSR (SMKN 11) dan SMKI (SMKN 9) dijadikan satu oleh pemerintah dengan nama SMKN 12, tak pernah terdengar lagi cerita tentang aktivitas spiritual. Religiuitas warga sekolah yang semakin baik, ditambah dengan suasana yang semakin ramai, mungkin saja membuat para demit memutuskan untuk berangkat transmigrasi ke pulau-pulau terpencil di seberang lautan.
Bahkan ketika aku melihat kondisi sekolahku yang baru dengan siswa-siswi yang tampil berdasi, semakin rapi dan semakin tertib, aku jadi lebih takut bila membayangkan kawan-kawan seangkatanku seperti Tompel, Mahfud, Mat Pa'i, Semprong, Dina dan lain-lain bersekolah di masa sekarang yang penuh kerapian dan ketertiban. Bukan fenomena spiritual yang kami dapatkan, melainkan fenomena tidak naik kelas massal.
To be continued......
No comments:
Post a Comment