Episode 1: Sekolah itu bernama SMSR
Entah apa yang kupikirkan ketika mendaftar di sebuah sekolah kesenian di Siwalankerto, Surabaya. Mulanya, aku mantap untuk mengambil jurusan seni musik, namun rupanya aku bisa dibilang nyasar dan mau tidak mau harus nekad.
Ceritanya selepas SMP, aku berencana mendaftar di SMKI (Sekolah Menengah Karawitan Indonesia) mengambil jurusan musik. Sekolah itu terletak di sebelah timur Universitas Kristen Petra, Surabaya. Masuk ke ujung, lewat kuburan, tampaklah bangunan panjang mewah (mepet sawah). Di sebelah utara ada jalan yang cukup untuk dilewati sebuah mobil. Untuk memasuki pintu SMKI harus melewati jalan itu karena pintu utama letaknya berada di samping; namun, entah setan apa yang menuntunku untuk jalan terus melewati pintu masuk SMKI dan sampai di gerbang sebuah gedung bertuliskan 'Sekolah Menengah Seni Rupa Surabaya'; Juga entah bisikan macam apa yang membuatku melangkah masuk dan menghampiri orang-orang berbaju safari biru sedang menjaga meja formulir pendaftaran siswa baru.
"Ada jurusan apa saja?"
"Seni rupa, desain grafis, kriya logam, kriya kayu, tekstil, T.I, mesin"
"Lho, jurusan musik kok tidak ada?"
"Kalau ingin masuk jurusan musik bisa mendaftar di sekolah yang ada di depan itu, mas.. sekolah SMKI; kalau disini SMSR"
"Oh.."
Aku berpikir sejenak dan kemudian membatin:
"Nggambar kayaknya asyik..aku kan dikit-dikit suka nggambar".
"Nggambar kayaknya asyik..aku kan dikit-dikit suka nggambar".
Keinginan untuk masuk jurusan musik yang sudah kuidam-idamkan selama beberapa bulan, terhapus oleh obsesi sesaat untuk menjadi pelukis legendaris seperti Raden Saleh. Kemudian bergaya bak priyayi pelukis jaman kompeni tersebut, aku dengan mantap berkata:
"Saya masuk jurusan seni rupa saja deh!"
Formulir itu kuisi lengkap, juga dengan tanda tangan.
Setelah itu aku duduk-duduk sebentar di taman sekolah. Kulihat beberapa anak mendaftar silih berganti, sampai yang terakhir, datanglah seorang anak jangkung berkulit kuning, berambut keriting panjang, kumal, menggunakan seragam putih-biru yang lusuh. Seragam SMP penuh coretan tanda-tangan dan bet lengan kanannya sempat kulirik, terbaca tulisan 'SMPK St Vincentius'. Ia mendaftar dengan cuek, mengisi formulir, kemudian pergi begitu saja tanpa lirik kanan-kiri. Seorang anak yang kelak menjadi teman akrabku, juga kelak aku punya hubungan kerja dengan almamaternya itu kuketahui namanya adalah Yoppy Anugerah, putera seorang teknisi dinamo mesin bernama Bapak Yakub Kandung.
Pertengahan 2002. Saat itu hari pertama aku menginjakkan kaki dan mendaftar menjadi warga sekolah itu. Sebuah pilihan yang sebenarnya tidak sesuai keinginan awal, namun sedikitpun tak pernah kusesali.
*To be continued......
No comments:
Post a Comment