Thursday, December 13, 2018

Hari Pertama Pelajaran di SMSR : Catatan Masa Sekolah di SMSR / SMKN 11 / SMKN 12 (Episode 3)


Model's Rest by José Ferraz de Almeida Júnior


Episode 3: Hari Pertama Pelajaran di SMSR


Hari pertama sekolah dengan seragam SMA di SMSR, kami, anak-anak jurusan seni rupa dikumpulkan dalam sebuah kelas. Sekitar 14 anak yang lulus tes berada dalam kelas ini.

Pada barisan bangku keempat, di pojok belakang dekat jendela, terdapat seorang anak berkulit putih bersih, alisnya tebal, dan rambutnya lurus rapi. Ia selalu berkoar-koar dan meracau tidak karuan seolah haus perhatian. Anak itu pelawak kelas kami, namanya Bagus Pribadi. Dibalik wajahnya yang bersih itu terlihat satu bulatan hitam di pipinya. Ia sendiri yang mengenalkan nama panggilannya: Tompel.

Kemudian duduk di sebelahnya adalah anak bertubuh gempal, rambutnya lurus, semir kuning, model rambut belahan tengah seperti Andy Lau, tapi nyatanya lebih mirip penyanyi Alam Mbah Dukun. Namanya Imam Machmudi.
Di bangku tengah, seorang anak yang posturnya cukup tinggi, dan bentuk wajahnya yang unik membuatnya lekat dengan citra ABG berkumis tipis seperti artis sinetron receh awal tahun 2000an. Namanya Wahyu. Di sebelah Wahyu, duduk seorang anak kurus kering. Pakaiannya tampak kebesaran, kulitnya hitam. Rizal, namanya, yang saat itupula ia diberi julukan  'Cungkring'. Cungkring ini pendiam tapi sekali ngomong mengundang tawa. Saat itu ia sempat menghampiri si kumal keriting dan bicara padanya:
"Mas, sampeyan itu kalau saya lihat mirip seperti artis film terkenal..."
"Oiyaaa???? Film apa itu??"
"Star Trek"

Bangku paling depan diisi oleh seorang anak bernama Mohammad Mahfud yang juga kurus kering. Rambutnya belahan tengah seperti Imam, namun lebih tipis. Ia sebenarnya pendiam, namun bisa dibilang mengidap obsesif kompulsif terhadap artis-artis laga mandarin seperti Jackie Chan dan Jet Lee. Ia kerap ditemui bertingkah seperti pendekar kungfu Wong Fei Hung saat sedang beraktivitas. Pada kesempatan lain, ia juga sering terlihat menirukan Sun Go Kong dalam film Kera Sakti kegemarannya.

Di sebelah Mahfud, anak pendek bernama Mat Pa'i (Moch Rifai) terlihat sedang melirik kanan-kiri. Ia tukang usil yang cara kerjanya cukup lumayan. Kadang-kadang juga suka mengada-ada dalam berbicara. Mat Pa'i ternyata adalah seorang adik dari alumni SMSR dua tahun lalu bernama Parjo, yang tidak lulus EBTANAS gara-gara mengikuti ujian dalam kondisi mabuk berat.

Bangku barisan kedua, paling belakang terdapat anak berkulit hitam legam, berkumis dan berjenggot. Asalnya dari Kupang, NTT. Kelahiran tahun 1985, kelas satu SMA, namun paras wajahnya seperti sudah umur 40 tahun. Yohanes Gregorius Lema, namanya. Ia tergila-gila dengan Nirvana dan Guns 'n Roses, sehingga kerap terlihat menyanyikan lagu kedua band itu dengan suara parau tidak karuan dan cenderung memekakkan telinga. Tak jarang kami melemparnya dengan gulungan kertas saat ia bernyanyi.
Di sebelah Yohanes, seorang anak duduk sambil cengar-cengir. Salah satu giginya adalah gigi pasangan berwarna perak. Dialah Muhammad Kriswanto asal Mojokerto. Karena duduk bersebelahan dengan anak asal NTT itu, maka perlahan-lahan bangku yang mereka tempati menjelma menjadi ruang obrolan dua anak manusia dengan logat aneh. Satunya khas NTT yang keras, satunya dialek Mojokerto yang akrab dengan Kuwa-kuwi, Kok-Ye, Kok-Ye, Kepriye dan sebagainya..

Tepat di sebelahku duduk anak berkulit hitam berambut kaku bernama Paulus Risky. Ia tidak banyak bicara dan hanya antusias ketika diajak ngobrol seputar seni lukis, musik dan inter milan. Saat itu pelatih Inter Milan adalah Hector Raul Cuper yang dua musim berturut-turut mengantarkan Inter Milan jadi runner-up.
"Pelatih anjing," ucapnya dengan geram karena klub idolanya itu tak kunjung memecat Hector Cuper.

Tepat di depanku, duduklah satu-satunya anak perempuan di kelas kami: Dina Suciati. Ia berpostur pendek, berambut agak panjang dan bermata lebar. Walaupun perempuan satu-satunya, namun ia tak cukup memadai untuk disebut sebagai pemandangan menarik ditengah kejenuhan kelas kami yang dipenuhi lelaki-lelaki tidak jelas. Mungkinkah ia jadi kurang menarik karena kami melihatnya setiap hari selama tiga tahun? Entahlah... Namun yang jelas, ia memiliki kekurangan, yaitu agak berlebihan dalam menanggapi segala sesuatu. Ia juga sering nampak murung, yang belakangan kami ketahui ia sedang terjebak dalam masalah keluarga yang rumit, juga tercatat sebagai pemecah rekor semaput terbanyak sepanjang sejarah berdirinya SMSR. Kaget, semaput; Kecewa, semaput; Sedih, semaput; dipanggil namanya, semaput; harga cat minyak naik, semaput; Kayu kanvas cuil ujungnya, semaput; mungkin ketika melihat kaca ia juga semaput.

Di bangku pojok utara, paling depan, duduklah si keriting kumal itu. Dia tampak lebih rapi dengan seragam SMAnya. Dua bangku di belakangnya, duduklah tiga anak yang sebenarnya kakak kelas kami yang berkumpul dalam deretan bangku-bangku belakang. Mereka adalah 'klub ngendhog' alias kumpulan anak-anak tidak naik kelas. Tahun pertama selesai di SMSR, mereka kembali tidak naik kelas sehingga di kelas dua, kami tidak pernah melihat wajah mereka lagi.

"Hariono ada? Hariono?"

Wali kelas kami Pak Basuki memanggil nama seorang anak yang tidak ada dalam deretan kami.
Sempat dikira tidak hadir, beberapa menit kemudian tiba-tiba datang seorang anak yang bernama Hariono itu. Bertambahlah jumlah anak di kelas satu, totalnya menjadi 15 anak. Ia mengenakan seragam rapi dan bertopi. Tatapan matanya sering terlihat kosong dan selalu celingukan. Belakangan diketahui bahwa Hariono ini sebenarnya adalah anak berkebutuhan khusus. Ia tidak mampu menangkap pelajaran, bahkan kesulitan dalam membaca; namun ia punya hal yang sangat disukai, yaitu melukis. Konon, anak autis, hiperaktif dan berkebutuhan khusus lainnya, bila sudah menemukan hal yang disukainya, maka ia akan serius dalam hal tersebut dan bisa menjadi sangat lihai. Mungkin itupula yang menyebabkan orangtua Hariono menitipkan anaknya yang berusia 20 tahun itu untuk belajar melukis di SMSR.
Saat itu Hariono duduk di sebelah Dina. Dengan ramah Dina menanyainya dan mencoba berkenalan, namun ia tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, karena Hariono malah sibuk membicarakan Siti Nurhaliza, artis Malaysia idolanya. Hariono bercerita bahwa di rumahnya terdapat tiga kaset Siti Nurhaliza, tiga poster Siti Nurhaliza, tiga lukisan Siti Nurhaliza, dan tiga boneka panda yang tiga-tiganya ia namai Siti Nurhaliza.

Kelas pertama dimulai. Wali kelas Pak Basuki digantikan oleh Bu Ellys Nanik Setyawati, guru matpel dasar-dasar melukis. Orangnya ramah, agak gemuk, rambutnya sebahu dan tatapan matanya berkharisma. Mungkin si Dina jika menatapnya terlalu lama bisa semaput.

"Kalian yakin suka melukis?" Tanya Bu Ellys membuka percakapan.
"Suka!"
"Coba satu anak menyebutkan satu saja nama pelukis!"
"Rembrandt!" Anak keriting kumal itu memulai..
"Picasso!", "Dali!", "Da Vinci!", "Van Gogh!", "Affandy!", kemudian berturut-turut tiap anak menyebutkan nama pelukis yang dikenalnya.

Sampai tiba giliran Hariono...
Karena Hariono tetap diam sambil senyam-senyum, maka Bu Ellys menanyakan kembali padanya, 

"Mas Hariono, coba sebutkan satu nama pelukis yang kamu kenal..."

Hariono tampak melongo, bingung, lalu menjawab sambil sedikit bergumam:

"Siti Nurhaliza....".



To be continued....

No comments:

Post a Comment