Saturday, December 15, 2018

ROOG : Catatan Masa Sekolah di SMSR / SMKN 11 / SMKN 12 Surabaya (Episode 7)

Mimpi si Gareng #2 by M. Khusnul Bahri


Episode 7 : R.O.O.G

Sudah beberapa bulan sekolah di SMSR dan kami mungkin, setidaknya walau sedikit, menunjukkan perubahan. Kesabaran para guru lukis juga sangat berpengaruh dalam membimbing kami. Termasuk aku. Motivasi dari mereka membuatku mengatur jadwal, paling tidak satu jam sehari kuluangkan waktu untuk menggambar dan membuat sketsa. Indikasinya bisa dilihat dari Bu Ellys yang beberapa hari ini mengangguk-anggukkan kepalanya ketika melihat gambarku. "Lumayan wes," ujarnya. Bu Ellys cukup inspiratif bagiku. Dengan rambut pendek dan postur sedikit gemuk, Beliau memang tampak imut, apalagi saat sedang memuji. seimut tokoh kartun Dora. Jika Dora menyediakan banyak peta bagi siapa saja yang tersesat, maka Bu Ellys menunjukkan banyak cara bagi siswa yang kurang berbakat.

Begitu juga teman-teman lain, Memang lukisan mereka semakin bagus, tapi berbanding terbalik dengan pikiran mereka yang semakin kacau. Karena kekacauan berpikir itulah yang membuat kami cukup sering membuat kegiatan-kegiatan dan kelakuan-kelakuan yang jauh dari akal sehat. 

Mahfud semakin sering memamerkan jurus kungfu, dan menemukan partnernya, anak grafis bernama Krisna yang obsesif terhadap Gundam, sehingga mereka berdua kerap sama-sama terlihat saling memamerkan jurus kungfu meski mereka sendiri masih dengan keras berpikir tentang faedahnya.

Semprong keriting kumal itu sepertinya sedikit menaruh hati pada Debby, anak tekstil, dan tidak lama, ia jatuh hati pada seorang gadis model koran Jawa Pos, siswi SMA Sejahtera, Surabaya. Namun Semprong diusianya saat itu seperti tak memiliki cara jitu soal menggaet lawan jenis. Perasaan cinta membuatnya linglung, sedang apa yang harus dilakukan membuatnya bingung. Ia terlihat emosional seperti badak bercula satu yang sedang memasuki musim kawin.

Tompel seperti biasa selalu bertingkah konyol dan mencela semua orang. Dalam pikirannya, dunia seisinya adalah sasaran empuk untuk dihina, tapi sebaliknya, dunia seisinya tak pernah menanggapi orang gila.

Imam Machmudi masih tampil sebagai lelaki pesolek. Ia kerap memasang bandana di kepalanya, sering bercerita tentang dirinya sendiri, dan tak begitu peduli walau teman-temannya tak pernah menanggapi.

Paulus yang akrab dengan musik-musik keras, tiba-tiba saja mendadak religius dan menggemari musik-musik rohani gereja. Ia pernah menulis di bukunya tentang siapa saja gitaris, basis, vokalis dan drummer idola, namun nama-nama itu tak pernah kukenal, dan ternyata nama-nama itu adalah nama para musisi lagu rohani.

Cungkring tak terlihat lagi. Ia rupanya sudah mengundurkan diri dari SMSR. Atas alasan apa aku lupa.

Wahyu, pindah jurusan Grafis.

Kriswanto, anak asal Mojokerto itu tiba-tiba saja memanggil semua kawannya dengan sebutan 'Paidi'. Entah siapa Paidi itu, mungkin Paidi adalah sosok yang berjasa memiringkan otaknya.

Mat Pa'i setiap hari cuma cengar-cengir. Jika ada kawan yang bertikai, ia mengambil peran sebagai pengadu domba yang ulung, dan kadang-kadang kami bingung ia sebenarnya memihak siapa.

Dina masih saja murung dan semaputan, walau ia sudah mulai terbuka dengan siapa saja. Ia juga mendapat banyak kawan sesama perempuan dari anak-anak jurusan tekstil. Kami cukup bersyukur karena Dina akhirnya punya banyak kawan perempuan, sebab selama ini kami khawatir, pergaulannya dengan lelaki-lelaki tidak jelas di kelas seni rupa bisa berdampak pada kestabilan jiwanya. Kami juga tidak mau bila ia sampai menjadi Tompel kedua.

Yohanes Lema masih belajar cara misuh ala Surabaya. Kebiasaannya yang baru, ia selalu meminta uang sebesar limaratus rupiah kepada para kawannya. Entah apa makna uang limaratus itu baginya, karena ia tak pernah meminta lebih dari limaratus rupiah. Sebenarnya ia adalah anak orang berkecukupan. Ia tinggal di daerah perumahan Deltasari, Sidoarjo. Saudara-saudaranya juga sekolah di sekolah-sekolah ternama di Surabaya, namun entah mengapa Yohanes Lema ini setiap hari selalu pergi sekolah jalan kaki, atau naik sepeda pancal yang sudah tidak karuan bentuknya. Padahal, adik-adiknya yang lain difasilitasi sepeda motor oleh kedua orangtuanya.

Hariono masih tetap seperti Hariono. Suatu ketika Tompel menemukan kamera saku di tasnya, dan kemudian menggunakannya untuk memfoto kami semua hingga roll filmnya habis. Esoknya, hasil foto sudah dibawa oleh Hariono. Lengkap. Biaya cuci-cetak semua ditanggung olehnya.
Kami, sepuluh anak dalam kelas senirupa itu mendengar bahwa kakak kelas membuat sebuah grup bernama OWA (Organisasi Wong Aneh). Maka kamipun membuat sebuah komunitas bernama R.O.O.G (Republik Of Onani Gank). Bukan onani secara harfiah, melainkan onani berpikir. Kami berpikir untuk membuat komunitas tapi kami tak peduli tentang manfaat. Entah eksis atau besok bubar, kami juga tak peduli. Tak jelas pula kegiatannya, tidak jelas pula apa yang harus dilakukan oleh anggota komunitas selain hanya jalan-jalan mengelilingi sekolah sambil mengenalkan kepada khalayak ramai tentang keberadaan komunitas kami dengan tujuan agar mereka bisa segera melupakannya. Sebulan terbentuk, kami juga mulai lupa bahwa kami pernah membentuk komunitas itu.

Suatu ketika kami pernah menjadikan ruang sempit di pojok lantai dua, sebelah ruang kelas sebagai tempat bermain sepakbola. Saat itu kami sebetulnya sadar bahwa sedang ada pelajaran Wawasan Seni dari Pak Made Sukarta; akibatnya, Pak Made yang terkenal sabar itu sampai keluar kelas dengan marah. Beliau membawa pisau cutter, mengambil bola plastik yang kami mainkan dan menyobeknya menjadi dua.
Dari cerita-cerita kakak kelas, hanya angkatan kami yang sampai membuat beliau yang terkenal sabar itu menjadi marah. Kamipun sangat menyesal.
Kami bersepakat untuk tidak mengulangi perbuatan semacam itu dan ingin mendatangi Pak Made untuk meminta maaf. Beberapa dari kami berinisiatif menghampiri Pak Made yang sedang membaca buku di ruang guru dan meminta maaf.
"Jangan diulangi lagi," pesannya.

"Hey, kami sudah meminta maaf, kamu belum!" Ucapku pada pada lima anak lain: Hariono, Yohanes, Paulus, Mat Pa'i dan Kriswanto.

"Kalian sebaiknya kesana dan meminta maaf"
Yohanes tampak diam dan berpikir sejenak. Lalu berucap:
"Sudah, biar saya saja yang berangkat"

"Maksudnya kamu yang mewakili?"

"Begini, beri saya limaratus rupiah, kalian semua tetap disini, saya yang kesana"

Kamipun memukuli kepalanya dan menindih tubuhnya beramai-ramai.



To be continued......

No comments:

Post a Comment